Senin, 02 Oktober 2017

MEMBANGUN GERAKAN DA’WAH BERBASIS PENELITIAN

Sejarah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia berawal dari musyawarah sejumlah ulama di masjid Munawarah Tanah Abang pada 26 Februari 1967. Hasil musyawarah Ulama itu kemudian menyimpulkan dua poin, yaitu:
Menyatakan rasa syukur atas hasil dan kemajuan yang telah dicapai hingga kini dalam usaha-uasah dakwah yang secara terus menerus dilakukan oleh berbagai kalangan umat, yakni para alim ulama dan para muballigh secara pribadi, serta atas usaha-usaha yang telah dicapai dalam rangka organisasi dakwah.
Memandang perlu (urgent) lebih ditingkatkan hasil dakwah hingga taraf yang lebih tinggi sehingga tercipta suatu keselarasan antara banyaknya tenaga lahir yang dikerahkan dan banyaknya tenaga batin yang dicurahkan dalam rangka dakwah tersebut.
Untuk menindaklanjuti kesimpulan di atas, maka para ulama tersebut merumuskan dua langkah yang berkaitan dengan gerakan da’wah, yaitu:
1. Meningkatkan mutu dakwah, yang di dalamnya tercakup persoalan penyempurnaan sistem perlengkapan peralatan, peningkatan tehnik komunikasi, lebih-lebih lagi sangat dirasakan perlunya dalam usaha menghadapi tantangan (konfrontasi) dari bermacam-macam usaha yang sekarang giat dilancarkan oleh penganut agama-agama lain dan kepercayaan-kepercayaan (antara lain faham anti-Tuhan yang masih merayap di bawah tanah), Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan sebagainya terhadap masyarakat Islam.
2. Planning dan integrasi yang di dalamnya tercakup persoalan-persoalan yang diawali oleh penelitian (research) dan disusul oleh pengintegrasian segala unsur dan badan-badan dakwah yang telah ada dalam masyarakat ke dalam suatu kerja sama  yang baik dan berencana. (Menunaikan Panggilan risalah, Lukman Hakim dan Tamsil Linrung, tanpa tahun, hal. 9)


Dalam poin nomor dua di atas, ada satu hal menarik, yaitu kesadaran para pendiri Dewan Da’wah tentang pentingnya penelitian dalam sebuah gerakan da’wah. Dimana  mereka berkesimpulan bahwa dalam rangka menata gerakan da’wah, maka gerakan da’wah itu  harus diawali dengan perencanaan dan dilaksanakan dengan pengintegrasian seluruh unsur yang ada, sehingga gerakan da’wah itu akan berjalan dengan baik.
Lebih jauh mereka berkesimpulan bahwa perencanaan dan pengintegrasian yang akan dilakukan itu, harus diawali dengan kegiatan penelitian. Ini artinya bahwa kegiatan da’wah yang dikelola dengan perencanaan dan pengintegrasian itu, dimulai dengan melakukan kegiatan penelitian. Hasil dari penelitian itulah yang kemudian dijadikan bahan untuk menyusun perencanaan gerakan da’wah dan pengintegrasian unsur-unsur da’wah.
Karena itu, dapat kita simpulkan bahwa salah satu ciri khas gerakan da’wah Dewan Da’wah yang sejak awal sudah ditetapkan oleh para pendirinya adalah membangun gerakan da’wah berbasis penelitian.
Pertanyaannya kemudian, seberapa penting kegiatan penelitian dalam sebuah gerakan da’wah?
Jika mengikuti teori yang digagas Pak Natsir, setidaknya gerakan da’wah mempunyai dua tugas penting, yaitu tugas membina ummat dan tugas menjaga dan melindungi ummat atau yang beliau istilahkan dengan binaan dan dhifaan.
Dalam melaksanakan dua tugas pentingnya itu, gerakan da’wah tentu harus melakukan usaha-usaha yang efektif dan efisien. Agar usaha-usaha yang dilakukan itu dapat berjalan efektif dan efisien, perlu dilakukan proses perencanaan. Agar perencanaan dapat disusun dengan baik, maka terlebih dahulu harus dilakukan kegiatan penelitian.
Tujuan dari penelitian dalam gerakan da’wah itu adalah untuk dapat mengidentifikasi masalah-masalah da’wah yang sedang dihadapi gerakan da’wah. Kemudian disiapkan jawaban dari masalah-masalah yang sedang dihadapi tersebut. Sehingga usaha-usaha yang direncanakan dan kemudian dilaksanakan disusun berdasarkan jawaban dari kegiatan penelitian itu. Dengan demikian, diharapkan usaha-usaha da’wah yang dilakukan dapat berjalan efektif dan efisien; tepat sasaran dan hemat dalam pelaksanaan.
Sehingga gerakan da’wah dapat menjadi gerakan aktif yang terus membina dan menjaga ummat dari rongrongan musuh-musuh Islam. Tidak menjadi gerakan da’wah yang reaktif, yang senantiasa menghadapi masalah da’wah yang muncul   dengan tergesa-gesa, tanpa perhitungan yang matang.
Sebagai contoh, di satu masjid, muncul masalah da’wah berupa semakin merosotnya jumlah jamaah shalat berjamaah. Jika DKM masjid tersebut menghadapi masalah tersebut secara reaktif, bisa jadi DKM akan segera memanggil ustadz untuk mengisi pengajian dengan tema Keutamaan Shalat Berjamaah di Masjid. Usaha ini diambil dengan asumsi merosotnya jumlah jamaah shalat berjamaah karena berkurangnya kesadaran masyarakat untuk shalat berjamaah.
Padahal belum tentu masalahnya terletak pada masyarakat. Bisa saja masalahnya ada pada diri DKM sendiri, misalnya karena kondisi masjid yang kurang nyaman, bacaan imam yang kurang baik atau bacaan imam terlalu panjang dan masalah lainnya. Sehingga jika betul masalahnya ada pada diri DKM sendiri, maka usaha mendatangka ustadz untuk memberikan pengajian dengan tema Keutamaan Shalat Berjamaah, tidak akan berjalan efektif. Karena usaha itu tidak menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, karena tidak diawali oleh kegiatan penelitian, usaha da’wah tidak berjalan secara efektif dan efisien.
Maka oleh karena itu, salah satu syarat agar gerakan da’wah dapat berjalan lebih efektif dan efisien, diperlukan usaha-usaha penelitian untuk mengidentifikasi dan memberikan jawaban terhadap masalah da’wah yang sedang dihadapi gerakan da’wah. Diperlukan usaha membangun gerakan da’wah berbasis penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENEGUHKAN KEMERDEKAAN DENGAN DA’WAH

  Oleh: Dr. Dwi Budiman Assiroji (Ketua STID Mohammad Natsir)   Tahun ini kita memperingati kemerdekaan negara kita yang ke 79. Artiny...