Kamis, 11 Juli 2024

TABAYYUN

             Suatu hari, Rasulullah mengutus Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abi Mu’ith kepada Bani Musthaliq untuk mengambil zakat dari mereka. Hal ini Rasulullah lakukan karena sebelumnya Al-Harits, pemimpin Bani Musthaliq, sudah masuk Islam dan berjanji akan mengajak kaumnya masuk Islam kemudian akan mengumpulkan zakat dari mereka yang bersedia masuk Islam.

Di Tengah perjalanan setan datang menggoda Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abi Mu’ith dengan memanfaatkan masa lalu Al-Walid yang pernah bermusuhan dengan Bani Musthaliq. Setan membisikan persangkaan dalam diri Al-Walid bahwa Bani Musthaliq akan menolak dan membunuhnya. Maka Al-Walid kemudian kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan kepada Rasulullah bahwa Bani Musthaliq menolak membayar zakat dan berencana untuk membunuh dirinya. Mendengar laporan dari Al-Walid ini, Rasulullah langsung mempersiapkan pasukan untuk memerangi Bani Musthaliq.

Namun ternyata setelah pasukan Rasulullah ini sampai di tempat Bani Musthaliq, mereka melihat Bani Musthaliq sedang melaksanakan shalat maghrib dan isya, artinya mereka masih beriman dan taat kepada Allah  dan Rasul-Nya . Merekapun segera menyerahkan zakat yang sudah dijanjikan Al-Harits sebelumnya. Setelah ditabayyun kepada Al-Harits didapati keterangan bahwa mereka tidak pernah menerima kedatangan utusan Rasulullah . Artinya berita yang disampaikan Al-Walid adalah berita bohong. (Tafsir Ibnu Katsir)


Maka turunlah surat Al-Hujurat ayat ke 6 untuk mengomentari kejadian tersebut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Ayat di atas memerintahkan kepada orang-orang beriman agar berhati-hati dalam menerima berita dari orang fasiq. Yang dimaksud dengan orang fasiq adalah orang yang berbuat dosa, dalam konteks ayat ini adalah yang berbuat kebohongan. Sebab berita yang dibawa oleh orang fasiq (orang yang berbohong) adalah berita yang tidak sesuai dengan kenyataan. Karena itu orang-orang beriman diperintahkan untuk tabayyun terlebih dahulu.

Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan kroscek terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.”

Tabayyun artinya adalah meneliti berita yang diterima, tidak langsung diyakini kebenarannya. Caranya dengan mengkonfirmasi langsung kebenarannya kepada pihak yang terkait dengan berita tersebut atau kepada pihak lain yang dinilai mengetahui isi berita tersebut. Dalam kasus di atas, adalah dengan langsung bertanya kepada pihak yang terkait dengan berita tersebut yaitu Al-Harits sebagai pemimpin Bani Musthaliq.

Sebab jika tidak dilakukan proses tabayyun, maka bisa jadi kita akan menimpakan suatu musibah kepada kaum tertentu lalu kemudian kita menyesal dengan musibah yang kita timpakan tersebut. Dalam kisah di atas, seandainya pasukan Rasulullah tidak tabayyun terlebih dahulu kepada Al-Harits, maka bisa jadi akan terjadi penyerangan kepada Bani Musthaliq yang penyerangan itu kelak akan disesali oleh pasukan kaum muslimin karena sesungguhnya Bani Musthaliq tidak layak diserang. Sebab alasan mereka diserang, yakni menolak membayar zakat dan berencana membunuh utusan Rasulullah, ternyata adalah berita bohong.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di saat menerangkan ayat di atas, beliau berkata, “Termasuk adab bagi orang yang cerdas yaitu setiap berita yang datang dari orang kafir hendaknya dicek terlebih dahulu, tidak diterima mentah-mentah. Sikap asal-asalan menerima amatlah berbahaya dan dapat menjerumuskan dalam dosa. Jika diterima mentah-mentah, itu sama saja menyamakan dengan berita dari orang yang jujur dan adil. Ini dapat membuat rusaknya jiwa dan harta tanpa jalan yang benar. Gara-gara berita yang asal-asalan diterima akhirnya menjadi penyesalan.”

Ajaran tabayyun ini, semakin diperlukan keberadaannya hari ini. Sebab kita sedang berada di zaman yang disebut sebagai zaman tsunami informasi. Melalui media komunikasi yang sudah berkembang sedemikian pesat, dengan mudah kita mendapatkan informasi yang sangat berlimpah tentang apa saja dan terkait siapa saja secara bebas. Di sisi lain orang juga dengan mudah membuat dan menyebarkan informasi tentang apa saja dan terkait siapa saja. Maka tentu diperlukan tabayyun terhadap informasi yang kita dapatkan itu.

Tabayyun dalam menghadapi tsunami informasi itu diformulasikan oleh para ahli ke dalam satu istilah yang disebut literasi data. Yaitu kemampuan seseorang dalam membaca, menganalisa dan membuat kesimpulan terhadap data dan informasi yang amat banyak (big data) tersebut. Sehingga dengan literasi data ini, seseorang tidak akan mudah percaya dengan berita yang diterimanya, ia akan senantiasa waspada dengan menganalisanya terlebih dahulu dan jika diperlukan mengkonfirmasinya kepada pihak-pihak terkait.

Sebagai contoh, beberapa waktu lalu beredar video di media sosial, didalamnya dijelaskan bahwa ada museum Rasulullah yang telah selesai dibangun di Kawasan Ancol. Namun keberadaan museum itu ditutup-tutupi oleh pihak-pihak terkait karena dikhawatirkan dapat memberikan efek positif bagi seorang tokoh yang sedang menjadi lawan dari penguasa. Banyak orang yang terpengaruh dengan narasi yang ditampilkan dalam video ini. Beberapa diantara mereka bahkan mengajak untuk memobilisasi massa agar dilakukan protes kepada pemerintah. Padahal setelah ditabayyun kepada pengelola Kawasan Ancol, didapatkan keterangan bahwa museum Rasulullah itu belum selesai dibangun bahkan masih dalam tahap perencanaan.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan hidayah kepada kita agar kita dapat senantiasa melakukan tabayyun terhadap berita-berita yang kita terima. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari fitnah berita bohong.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENEGUHKAN KEMERDEKAAN DENGAN DA’WAH

  Oleh: Dr. Dwi Budiman Assiroji (Ketua STID Mohammad Natsir)   Tahun ini kita memperingati kemerdekaan negara kita yang ke 79. Artiny...