Setengah Abad
lalu[1],
di sebuah masjid di daerah Tanah Abang Jakarta, para alim ulama itu berkumpul.
Mereka mendiskusikan kelanjutan langkah perjuangan setelah pemerintah Orde Baru
menolak usaha merehabilitasi Partai Masyumi, wadah perjuangan yang di masa Orde
Lama dipaksa membubarkan diri. Perjuangan harus terus dilanjutkan, demikian
tekad para alim ulama itu. Maka sepakatlah mereka untuk membentuk wadah baru
bagi perjuangan mereka. Wadah itu berbentuk yayasan dan diberi nama Dewan
Da'wah Islamiyah Indonesia, disingkat Dewan Da'wah.
Para alim ulama
pendiri Dewan Da’wah itu sepakat bahwa maksud dan tujuan dibentuknya Dewan
Da'wah, adalah: "Menggiatkan dan Meningkatkan mutu Da'wah Islamiyah di
Indonesia".
Maksud dan tujuan
itu berangkat dari rasa prihatin yang sangat terhadap kondisi masyarakat yang
masih jauh dari nilai-nilai keislaman. Sementara di sisi yang lain kegiatan
da’wah dinilai masih belum tertata dengan baik dan kekurangan banyak tenaga
da’i.
Dalam rangka
mencapai maksud dan tujuannya itulah, maka para pendiri Dewan Da’wah sepakat
bahwa salah satu usaha yang dilakukan Dewan Da'wah adalah, "Berusaha
melengkapi persiapan para muballighin dalam melaksanakan tugasnya di bidang
ilmiah, khittah dan alat-alat, sehingga dapat mencapai hasil yang lebih
sempurna dan terwujudnya ummat penegak Da'wah."
Untuk
menerjemahkan usaha di atas, Dewan Da’wah kemudian menetapkan program kerja, "Mengadakan
pelatihan- pelatihan atau membantu mengadakan pelatihan bagi muballighin dan
calon-calon muballighin."
Perhatian Dewan
Da’wah yang begitu besar kepada kualitas dan kuantitas da’i, didasarkan pada
keyakinan bahwa ujung tombak gerakan da’wah adalah para da’i itu sendiri. Maka
sejak awal didirikan, Dewan Da’wah dikenal sebagai lembaga da’wah yang memiliki
konsentrasi mengkader para pemuda Islam untuk menjadi da’i.
Da’i yang dikader
Dewan Da’wah memiliki spesifikasi beragam, tergantung kondisi masyarakat yang
akan menjadi mad’unya. Hal ini seperti
yang dijelaskan dalam Anggaran Dasar Dewan Da’wah Pasal 3, bahwa salah satu kegiatan
yang dilakukan Dewan Da'wah adalah, "Menyiapkan da’i untuk berbagai
tingkatan sosial kemasyarakatan dan menyediakan sarana untuk meningkatkan
kualitas dakwah."
Di masa awal,
Dewan Da’wah mengkader da’i yang memiliki kemampuan melakukan pengembangan
masyarakat di daerah pedalaman. Sebab mereka akan dikirim ke daerah pelosok dan
transmigrasi. Maka para da’i itu dikumpulkan di Pesantren Pertanian Darul
Fallah, Bogor. Selain diberikan materi tentang da’wah dan dilatih menyampaikan
khutbah, mereka juga diajarkan cara bercocok tanam sebagai bekal untuk
memberdayakan masyarakat di pedalaman.
Dewan Da’wah juga
pernah mengkader dosen-dosen muda dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Mereka diberikan materi tentang da’wah dan dilatih menyampaikan khutbah, selain
itu mereka juga dibekali dasar-dasar filsafat Islam dan hukum Islam sebagai
bekal untuk berda’wah di dunia kampus.
Ketika virus
sekularisme, liberalisme dan pluralisme semakin menyebar di Indonesia, Dewan Da’wah
menggulirkan program Kaderisasi 1.000 Ulama. Tujuannya, agar para lulusan dari
program ini dapat menjadi bagian dari kelompok yang mampu menghadapi dan
menghentikan perkembangan virus
sekularisme, liberalisme dan pluralisme itu.
Disamping melalui
kegiatan non formal seperti di atas, Dewan Da’wah juga melakukan kegiatan
pengkaderan da’i melalui jalur formal. Dewan Da’wah mendirikan Akademi Bahasa
Arab (AKBAR), kemudian dirubah menjadi Lembaga Pendidikan Da’wah Islam (LPDI),
dan akhirnya dirubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir.
Kaderisasi da’i melalui jalur formal ini diharapkan menghasilkan para da’i yang
memiliki kemampuan berda’wah secara lebih sistematis dan terprogram. Disamping
juga agar kegiatan kaderisasi da’i terus berjalan secara berkesinambungan untuk
memenuhi keperluan masyarakat akan kehadiran sosok da’i di tengah-tengah
mereka.
Dari
program-program pengkaderan da’i yang sudah dilakukan Dewan Da’wah selama
setengah abad itu, Alhamdulillah dihasilkan ribuan da’i yang tersebar di
seluruh kawasan nusantara. Mereka terus berjuang menegakkan ajaran Islam dan
menjaga ummat dari bahaya yang senantiasa mengancam.
Namun demikian, keperluan
masyarakat terhadap keberadaan da’i tetap tinggi. Oleh karena itu, program
kaderisasi da’i ini harus terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Harus terus
menjadi program utama Dewan Da’wah. Untuk terus menggelorakan semangat “Selamatkan
Indonesia dengan Da’wah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar