(Dr.
Dwi Budiman Assiroji, M.Pd.I.)
Sebagaimana
sudah dijelaskan dalam materi sebelumnya, bahwa langkah pertama dalam
penelitian adalah menemukan masalah penelitian. Kemudian hasil dari penemuan
masalah penelitian itu dituliskan dalam
Latar Belakang Masalah.
Khusus untuk
penelitian kualitatif, masalah yang sudah ditetapkan di awal tidaklah bersifat
absolut atau pasti. Melainkan bersifat fleksibel, artinya masalah penelitian
dapat berubah setelah peneliti turun ke lapangan dan mendapatkan fakta dan data
yang mengharuskan masalah penelitian dirubah. Secara sederhana, ada tiga
kemungkinan yang dapat terjadi pada masalah penelitian kualitatif, yaitu[1]:
1.
Masalah penelitian yang
sebelumnya sudah ditetapkan terus berlanjut sampai penelitian selesai. Karena
data dan fakta di lapangan sesuai dengan masalah penelitian yang telah
ditetapkan.
Misalnya,
seorang peneliti sudah menetapkan bahwa masalah penelitian yang akan
ditelitinya adalah mengenai Pola Hubungan Da’i dan Mad’u di Daerah Industri
(Studi Kasus di Perumahan Papan Mas Blok A Tambun Bekasi).
Setelah
peneliti turun ke lapangan, ia menemukan fakta bahwa di Perumahan Papan Mas
Blok A, terdapat tiga orang da’i dan 75% mad’unya adalah pekerja industri.
Dengan demikian, data dan fakta di lapangan sesuai dengan masalah penelitian
yang sudah ditetapkan. Sehingga masalah penelitian itu dapat dilanjutkan.
2.
Masalah penelitian yang
sebelumnya sudah ditetapkan direvisi sesuai dengan keperluan di lapangan.
Karena data dan fakta di lapangan mengharuskan ada sedikit perubahan pada
masalah penelitian.
Misalnya,
seorang peneliti sudah menetapkan bahwa masalah penelitian yang akan
ditelitinya adalah mengenai Pola Hubungan Da’i dan Mad’u di Daerah Industri
(Studi Kasus di Perumahan Papan Mas Blok A Tambun Bekasi).
Setelah
peneliti turun ke lapangan, ia menemukan fakta bahwa di Perumahan Papan Mas
Blok A, terdapat tiga orang da’i, namun hanya 15% saja mad’unya yang pekerja
industri. Dengan demikian, data dan fakta di lapangan kurang sesuai dengan
masalah penelitian yang sudah ditetapkan. Sehingga masalah penelitian itu harus
sedikit dirubah. Setelah melakukan penelitian lebih luas, ternyata mad’u yang
mayoritas pekerja industri ada di Blok B. Sehingga peneliti memindahkan objek
penelitiannya dari Blok A ke Blok B. Dengan demikian peneliti melakukan revisi
terhadap maslah penelitian yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3.
Masalah penelitian yang
sebelumnya sudah ditetapkan dirombak total. Karena data dan fakta di lapangan tidak
sesuai dengan masalah penelitian yang telah ditetapkan.
Misalnya,
seorang peneliti sudah menetapkan bahwa masalah penelitian yang akan
ditelitinya adalah mengenai Pola Hubungan Da’i dan Mad’u di Daerah Industri
(Studi Kasus di Perumahan Papan Mas Blok A Tambun Bekasi).
Setelah
peneliti turun ke lapangan, ia menemukan data dan fakta bahwa tidak ada hal
yang menarik terkait dengan pola hubungan da’i dan mad’u di daerah industri.
Sehingga masalah penelitian yang sudah ditetapkannya menjadi tidak menarik.
Karena itu peneliti harus merubah total masalah penelitiannya.
Dengan
demikian, seorang peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif harus
menyadari bahwa masalah penelitian yang sudah ditetapkannya di awal penelitian
adalah bersifat sementara. Masalah tersebut dapat berubah sesuai dengan kondisi
dan keperluan di lapangan.
Salah satu
prinsip dalam penelitian kualitatif terkait dengan masalah penelitian adalah bahwa masalah semakin baik jika
semakin fokus. Artinya dalam penelitian kualitatif luas wilayah penelitian atau
jumlah objek penelitian tidak terlalu menjadi prioritas. Yang harus
menjadi perhatian adalah fokus
penelitian. Bahkan Spradley mengatakan
bahwa fokus penelitian dalam penelitian kualitatif itu cukup dengan meneliti
satu domain atau beberapa domain yang saling terkait dalam satu situasi sosial
saja[2].
Fungsi Teori dalam Penelitian Kualitatif
Setiap
penelitian, baik kualitatif maupun kuantitatif, memerlukan teori. Hanya saja
fungsi teori pada kedua penelitian itu berbeda.
Untuk
penelitian kualitatif, teori memiliki fungsi:
1.
Sebagai Inspirasi
Fenomena
sosial seringkali bersifat abstrak atau rumit. Maka untuk dapat memahami
fenomena yang abstrak dan rumit itu, diperlukan bantuan teori yang berkaitan
dengan fenomena tersebut. Karena itu, seorang peneliti, ketika memulai
penelitiannya, seringkali kesulitan dalam memandang fenomena sosial dan menentukan objek penelitian maupun variabel
penelitian dari fenomena sosial itu. Maka dengan bantuan teori, peneliti bisa
mendapatkan inspirasi untuk menentukan objek dan variabel penelitian dari
fenomena sosial yang akan ditelitinya.
Misalnya,
seorang peneliti tertarik untuk meneliti fenomena Media Sosial sebagai Media
Da’wah. Namun karena banyaknya jenis-jenis media sosial dan sangat banyaknya
da’i yang menggunakan media sosial sebagai media dalam da’wahnya, maka peneliti
kesulitan mencari masalah penelitian dari fenomena sosial tersebut.
Untuk
membantunya, peneliti kemudian membaca beberapa teori tentang media. Salah satu
teori itu menjelaskan bahwa efektifitas pesan sangat ditentukan oleh media yang
digunakan. Maka dari teori itu ia mendapatkan inspirasi untuk membandingkan
kekuatan dari dua jenis media sosial
yang digunakan oleh da’i yang sama. Munculah masalah penelitian, yaitu: Bagaimanakah
perbandingan efektivitas da’wah Ustadz Adi Hidayat melalui youtube dan
instagram?
2.
Sebagai Penuntun / Acuan
Setelah
peneliti menemukan objek dan variabel penelitiannya, maka ia harus mulai
mengumpulkan data dari objek dan variabel penelitiannya itu. Dalam mengumpulkan
data, teori dapat menjadi penuntun atau acuan bagi peneliti. Artinya teori
dapat membantu seorang peneliti untuk fokus mencari data yang diperlukan dari
fenomena sosial yang sedang ditelitinya.
Sebagai
contoh, seorang peneliti akan meneliti Konsep Public Speaking Da’wah
Ustadz Syuhada Bahri. Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan teori
Public Speaking Aristoteles sebagai acuan. Maka peneliti fokus mencari
data tentang karakter pembicara (ethos), daya tarik emosional dalam cara
menyampaikan pesan (pathos) dan isi pesan yang disampaikan (logos),
dimana ketiga elemen ini merupakan penjelasan dari teori Public Speaking
Aristoteles. Dengan demikian peneliti menjadikan teori Public Speaking
Aristoteles sebagai acuan dalam mengumpulkan data.
3.
Sebagai Alat Analisa
Sebagaimana
yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa instrument penelitian dalam penelitian
kualitatif adalah peneliti sendiri. Karena itu peneliti juga lah yang harus
melakukan analisis data. Dalam melakukan analisis data ini, peneliti perlu
dibantu oleh teori, agar analisisnya menjadi lebih berbobot. Teori juga dapat
dijadikan bahan perbandingan dalam proses analisis data yang dilakukan.
Dengan
demikian maka dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti harus menguasai
beberapa teori yang berkaitan dengan objek penelitian dan variabel penelitian
yang sedang ditelitinya. Dengan menguasai teori-teori itulah, peneliti akan
mendapatkan inspirasi, panduan dan alat analisa yang akan membuat penelitiannya
menjadi penelitian yang berbobot.
[1] A.
Muri Yusuf, Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian
Gabungan, Jakarta: Kencana, 2017, hal. 366.
[2] A.
Muri Yusuf, Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian
Gabungan, Jakarta: Kencana, 2017, hal. 367ws.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar