Rabu, 17 Mei 2017

KETENANGAN DAN KESEIMBANGAN JIWA SEBAGAI BEKAL DA’I

Ketika seorang da’i menyampaikan da’wahnya kepada masyarakat yang beragam latar belakang dan kondisi masing-masingnya, maka sudah tentu da’i akan mendapatkan reaksi yang beragam pula dari masing-masing anggota masyarakat itu. Dari semua reaksi itu, tidak sedikit yang sifatnya adalah konfrontasi terhadap da’wah si da’i. Maka untuk menghadapi berbagai reaksi atas da’wahnya, seorang da’i harus memiliki ketenangan dan keseimbangan jiwa. Bahkan da’i harus memiliki kemampuan untuk segera memulihkan ketenangan dan keseimbangan jiwanya, jika terjadi goncangan karena reaksi yang konfrontatif tadi.

Dalam buku Fiqhud Da’wah, Pak Natsir menjelaskan, bahwa dalam al Quran, Allah Swt memberikan nasihat kepada Rasulullah Saw, agar beliau tidak cepat sesak nafas dalam menjalankan tugas da’wah, jika ada reaksi yang konfrontatif terhadap da’wahnya. Reaksi itu dapat berupa penolakan, cemoohan, hinaan, tekanan, bahkan sampai kepada tindakan fisik seperti pemenjaraan.
Allah Swt berfirman:
الٓمٓصٓ ١  كِتَٰبٌ أُنزِلَ إِلَيۡكَ فَلَا يَكُن فِي صَدۡرِكَ حَرَجٞ مِّنۡهُ لِتُنذِرَ بِهِۦ وَذِكۡرَىٰ لِلۡمُؤۡمِنِينَ ٢
“Alif laam mim shad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman” (al-‘Araf: 1-2)


Bahkan kemudian, Allah Swt memberikan peringatan kepada para da’i, jangan sampai karena khawatir menghadapi reaksi yang konfrontatif tadi, maka da’i kemudian memodifikasi da’wahnya dengan cara menyampaikan sebagian ajaran Islam yang disukai masyarakat dan menyimpan sebagian ajaran Islam lainnya yang tidak disukai masyarakat. Tentu ini dilakukan agar terhindar dari reaksi konfrontatif yang dapat menyesakan dada tadi.
Allah Swt berfirman:
فَلَعَلَّكَ تَارِكُۢ بَعۡضَ مَا يُوحَىٰٓ إِلَيۡكَ وَضَآئِقُۢ بِهِۦ صَدۡرُكَ أَن يَقُولُواْ لَوۡلَآ أُنزِلَ عَلَيۡهِ كَنزٌ أَوۡ جَآءَ مَعَهُۥ مَلَكٌۚ إِنَّمَآ أَنتَ نَذِيرٞۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ وَكِيلٌ ١٢
“Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebahagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena khawatir bahwa mereka akan mengatakan: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu” (Huud: 12)

Oleh karena itu, seorang da’i hendaklah menyampaikan ajaran Islam secara menyeluruh. Jangan sampai ada sedikitpun dari ajaran Islam itu yang disembunyikan, karena khawatir dengan reaksi konfrontatif dari masyarakat. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah cara, tempat dan waktu yang tepat untuk menyampaikan semua ajaran Islam itu, agar pesan da’wah dapat tersampaikan secara efektif dan efisien.
Dalam ayat di atas, Allah Swt menjelaskan, jika seorang da’i sudah menyampaikan ajaran Islam secara menyeluruh, maka tugas da’i sudah selesai. Selebihnya adalah merupakan bagian Allah Swt Yang Maha Pemelihara atas segala sesuatu.
Untuk menenangkan hati para da’i atas semua reaksi yang konfrontatif itu, Allah Swt menjelaskan bahwa reaksi-reaksi itu muncul karena kebodohan dari orang-orang yang melancarkan reaksi itu. Sebagaimana penjelasan Allah Swt:
مَّا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٖ وَلَا لِأٓبَآئِهِمۡۚ كَبُرَتۡ كَلِمَةٗ تَخۡرُجُ مِنۡ أَفۡوَٰهِهِمۡۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبٗا ٥ فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٞ نَّفۡسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا
“Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran)” (Al-Kahfi: 5-6)
Ayat ini memberikan panduan kepada para da’i agar dapat memahami kondisi masyarakat yang menjadi mad’unya. Sehingga pemahaman yang baik dari seorang da’i atas kondisi masyarakat yang memberikan reaksi konfrontatif kepada da’wah yang disampaikannya, akan menjadikan jiwa da’i menjadi lebih tenang dan seimbang. Da’i tidak akan menghadapi reaksi itu dengan amarah dan jiwa yang terguncang. Sebaliknya, da’i akan menghadapi semua reaksi itu dengan jiwa yang tenang dan seimbang. Sehingga semua reaksi yang muncul terhadap da’wah yang disampaikannya akan dihadapi oleh da’i dengan cara yang hikmah, dengan cara yang berbeda-beda, tergantung kepada kondisi masing-masing masyarakat yang memberikan reaksi itu.
Jika penolakan terhadap da’wahnya disebabkan karena kebodohan dari masyarakat atas kebenaran ajaran Islam, da’i tidak akan bersedih dan sesak nafas atas penolakan itu. Ia justru akan menghadapinya dengan kesabaran dan keuletan dan terus memberikan penjelasan tentang ajaran Islam kepada mereka. Inilah contoh sikap yang muncul dari ketenangan dan keseimbangan jiwa yang dimiliki oleh seorang da’i.
Dengan ketenangan dan keseimbangan jiwa ini, maka akan memunculkan ketabahan hati, keuletan melaksanakan tugas da’wah yang dalam al quran dikenal dengan istilah sabar, tawakkal dan tasamuh. Inilah yang amat diperlukan oleh seorang da’i agar ia dapat menjalankan tugas da’wahnya secara kontinyu, di tengah-tengah cobaan dan rintangan yang akan selalu menghadang. (Bersambung…)

(Refleksi dari Buku Fiqhud Da’wah Bab “Pembinaan Mental” karya Mohammad Natsir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENEGUHKAN KEMERDEKAAN DENGAN DA’WAH

  Oleh: Dr. Dwi Budiman Assiroji (Ketua STID Mohammad Natsir)   Tahun ini kita memperingati kemerdekaan negara kita yang ke 79. Artiny...