Ketika seorang da’i menyampaikan da’wahnya kepada masyarakat yang
beragam latar belakang dan kondisi masing-masingnya, maka sudah tentu da’i akan
mendapatkan reaksi yang beragam pula dari masing-masing anggota masyarakat itu.
Dari semua reaksi itu, tidak sedikit yang sifatnya adalah konfrontasi terhadap
da’wah si da’i. Maka untuk menghadapi berbagai reaksi atas da’wahnya, seorang
da’i harus memiliki ketenangan dan keseimbangan jiwa. Bahkan da’i harus memiliki
kemampuan untuk segera memulihkan ketenangan dan keseimbangan jiwanya, jika
terjadi goncangan karena reaksi yang konfrontatif tadi.
Dalam buku Fiqhud Da’wah, Pak Natsir menjelaskan, bahwa dalam al
Quran, Allah Swt memberikan nasihat kepada Rasulullah Saw, agar beliau tidak
cepat sesak nafas dalam menjalankan tugas da’wah, jika ada reaksi yang
konfrontatif terhadap da’wahnya. Reaksi itu dapat berupa penolakan, cemoohan, hinaan,
tekanan, bahkan sampai kepada tindakan fisik seperti pemenjaraan.
Allah Swt berfirman:
الٓمٓصٓ
١ كِتَٰبٌ أُنزِلَ إِلَيۡكَ فَلَا يَكُن
فِي صَدۡرِكَ حَرَجٞ مِّنۡهُ لِتُنذِرَ بِهِۦ وَذِكۡرَىٰ لِلۡمُؤۡمِنِينَ ٢
“Alif laam mim shad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan
kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu
memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran
bagi orang-orang yang beriman” (al-‘Araf:
1-2)
Bahkan kemudian, Allah Swt memberikan peringatan kepada para da’i,
jangan sampai karena khawatir menghadapi reaksi yang konfrontatif tadi, maka
da’i kemudian memodifikasi da’wahnya dengan cara menyampaikan sebagian ajaran
Islam yang disukai masyarakat dan menyimpan sebagian ajaran Islam lainnya yang
tidak disukai masyarakat. Tentu ini dilakukan agar terhindar dari reaksi
konfrontatif yang dapat menyesakan dada tadi.
Allah Swt berfirman:
فَلَعَلَّكَ
تَارِكُۢ بَعۡضَ مَا يُوحَىٰٓ إِلَيۡكَ وَضَآئِقُۢ بِهِۦ صَدۡرُكَ أَن يَقُولُواْ
لَوۡلَآ أُنزِلَ عَلَيۡهِ كَنزٌ أَوۡ جَآءَ مَعَهُۥ مَلَكٌۚ إِنَّمَآ أَنتَ
نَذِيرٞۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ وَكِيلٌ ١٢
“Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebahagian dari apa
yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena khawatir bahwa
mereka akan mengatakan: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan
(kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?"
Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara
segala sesuatu” (Huud: 12)
Oleh karena itu, seorang da’i hendaklah menyampaikan ajaran Islam
secara menyeluruh. Jangan sampai ada sedikitpun dari ajaran Islam itu yang
disembunyikan, karena khawatir dengan reaksi konfrontatif dari masyarakat.
Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah cara, tempat dan waktu yang tepat
untuk menyampaikan semua ajaran Islam itu, agar pesan da’wah dapat tersampaikan
secara efektif dan efisien.
Dalam ayat di atas, Allah Swt menjelaskan, jika seorang da’i sudah
menyampaikan ajaran Islam secara menyeluruh, maka tugas da’i sudah selesai.
Selebihnya adalah merupakan bagian Allah Swt Yang Maha Pemelihara atas segala
sesuatu.
Untuk menenangkan hati para da’i atas semua reaksi yang
konfrontatif itu, Allah Swt menjelaskan bahwa reaksi-reaksi itu muncul karena
kebodohan dari orang-orang yang melancarkan reaksi itu. Sebagaimana penjelasan
Allah Swt:
مَّا
لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٖ وَلَا لِأٓبَآئِهِمۡۚ كَبُرَتۡ كَلِمَةٗ تَخۡرُجُ مِنۡ
أَفۡوَٰهِهِمۡۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبٗا ٥ فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٞ نَّفۡسَكَ
عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا
“Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu,
begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari
mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. Maka (apakah)
barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka
berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran)”
(Al-Kahfi: 5-6)
Ayat ini memberikan panduan kepada para da’i agar dapat memahami
kondisi masyarakat yang menjadi mad’unya. Sehingga pemahaman yang baik dari seorang
da’i atas kondisi masyarakat yang memberikan reaksi konfrontatif kepada da’wah
yang disampaikannya, akan menjadikan jiwa da’i menjadi lebih tenang dan
seimbang. Da’i tidak akan menghadapi reaksi itu dengan amarah dan jiwa yang
terguncang. Sebaliknya, da’i akan menghadapi semua reaksi itu dengan jiwa yang
tenang dan seimbang. Sehingga semua reaksi yang muncul terhadap da’wah yang
disampaikannya akan dihadapi oleh da’i dengan cara yang hikmah, dengan cara
yang berbeda-beda, tergantung kepada kondisi masing-masing masyarakat yang
memberikan reaksi itu.
Jika penolakan terhadap da’wahnya disebabkan karena kebodohan dari
masyarakat atas kebenaran ajaran Islam, da’i tidak akan bersedih dan sesak
nafas atas penolakan itu. Ia justru akan menghadapinya dengan kesabaran dan
keuletan dan terus memberikan penjelasan tentang ajaran Islam kepada mereka.
Inilah contoh sikap yang muncul dari ketenangan dan keseimbangan jiwa yang
dimiliki oleh seorang da’i.
Dengan ketenangan dan keseimbangan jiwa ini, maka akan memunculkan
ketabahan hati, keuletan melaksanakan tugas da’wah yang dalam al quran dikenal
dengan istilah sabar, tawakkal dan tasamuh. Inilah yang amat diperlukan oleh
seorang da’i agar ia dapat menjalankan tugas da’wahnya secara kontinyu, di
tengah-tengah cobaan dan rintangan yang akan selalu menghadang. (Bersambung…)
(Refleksi dari Buku Fiqhud Da’wah Bab “Pembinaan Mental” karya
Mohammad Natsir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar