Rabu, 28 Desember 2022

Kunjungan Dewan Da'wah Jatim ke STID Mohammad Natsir




 Menerima silatul ukhuwwah penuh berkah dari Ketua Dewan Da'wah Jawa Timur, Kyai Fathurahman, dan rombongan. Kami mendiskusikan konsep kaderisasi da'i di STID Mohammad Natsir maupun di Akademi Da'wah Indonesia Jawa Timur. Tentu dengan tujuan agar ke depan kader-kader da'i yang dihasilkan lebih berkualitas lagi.

Rombongan Dewan Da'wah Jawa Timur juga bertemu dengan seluruh mahasiswa STID Mohammad Natsir asal Jawa Timur, agar terjadi hubungan kuat antara Bapak dan Anak. Hubungan ideologis dalam mengemban dan terus mengembangkan gerakan da'wah ini.

Jumat, 09 Desember 2022

USTADZ ACENG ZAKARIA DAN KENANGAN BERSAMA SAYA

 



Sudah lama saya mendengar nama Ustadz Aceng Zakaria, sejak kelas 1 SD sekitar tahun 1990 an. Ketika kakak saya, Teh Eko Yuliarti, mulai masuk pesantren Persis No 19 Bentar Garut. Waktu itu Bapa saya bilang bahwa pesantren itu dipimpin oleh seorang Ustadz besar bernama Aceng Zakaria.


Lima tahun kemudian, saya menyusul Teh Yuli masuk pesantren Persis No 19 Bentar Garut. Namun saat itu Ustadz Aceng sudah pindah ke pesantren Persis No 99 Rancabango. Sementara pesantren Bentar dipimpin oleh Ustdaz Entang Muchtar ZA. Sehingga saya tidak sempat diajar oleh Ustadz Aceng.


Namun saya sering mengikuti pengajian rutin yang dibimbing oleh Ustadz Aceng. Sepekan sekali, bertempat di pesantren Rancabango dari bada Maghrib sampai pukul 8 malam. Dari Bentar biasanya kami naik mobil bak terbuka milik Haji Bandi, pengusaha sukses yang hari ini menjadi pimpinan pesantren Bentar.


Dalam pengajian rutin itu, Ustadz Aceng biasanya menyusun makalah singkat beberapa halaman, difotocopy dan dibagikan kepada seluruh peserta. Sehingga peserta bisa mengikuti kajian dengan lebih baik. Materinya beragam, namun lebih sering materi fiqih ibadah. Peserta juga biasanya dibagi segelas bajigur dan gorengan atau pisang rebus. Bertahun-tahun saya mengikuti kajian Ustadz Aceng ini. Sangat berkesan dengan ciri khas cara penyampaian dari Ustadz Aceng; datar, pelan, sistematis dan segar karena kajiannya mendalam dan seringkali diselingi humor.


Selain belajar langsung kepada Ustadz Aceng, saya juga belajar dari buku-buku beliau. Karena hampir seluruh pelajaran bahasa Arab dan agama di pesantren Bentar menggunakan buku karangan Ustadz Aceng. Nahwu, sharaf, balaghoh, fiqih (Al Hidayah), tauhid, i'rab dan banyak lagi pelajaran lainnya.


Setelah selesai nyantri selama enam tahun di Bentar, saya melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Da'wah Mohammad Natsir Bekasi. Semua buku karangan Ustadz Aceng yang saya miliki saya bawa. Buku-buku itu biasa menjadi rujukan terutama ketika saya menemukan masalah fiqih. Bahkan ketika saya dan beberapa kawan mengadakan Pesantren Karyawan di Pusdiklat Dewan Da'wah Bekasi, buku nahwu dan Sharaf karya Ustadz Aceng kami jadikan rujukan.


Selama saya kuliah, hanya sesekali bertemu dengan Ustadz Aceng. Itupun melalui media pengajian, jika Ustadz Aceng ngisi di Jakarta atau Bekasi.


Ketika saya menjadi sekretaris Ketua Umum Dewan Da'wah, Ustadz Syuhada Bahri, pernah satu kali Ustadz Syuhada diundang untuk mengisi Tabligh Akbar di Pesantren Rancabango, sekitar tahun 2013. Saya ikut mendampingi. Dalam pertemuan sebelum acara, saya melihat bagaimana adab kedua ulama yang sangat luar biasa. Ustadz Aceng dengan segudang ilmu dan karyanya begitu menghormati Ustadz Syuhada, demikian juga sebaliknya. _"Dulu guru saya, Ustadz Abdurrahman, sangat menghormati Pak Natsir, maka sekarang saya pun harus menghormati Ustadz yang muridnya Pak Natsir,"_ ujar Ustadz Aceng saat itu kepada Ustadz Syuhada. Selepas acara kami dijamu makan siang di saung belakang rumahnya yang terletak di atas kolam dengan hidangan khas Sunda. _"Semua tamu yang datang ke sini tidak boleh pulang sebelum makan_," kata Ustdaz Aceng saat itu sambil tersenyum.


Setelah itu lama saya tidak bertemu Ustadz Aceng. Sampai kemudian saya melanjutkan kuliah tingkat doktoral di Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Untuk tugas akhir saya meneliti mengenai Konsep Kaderisasi Ulama KH. E. Abdurrahman di Persatuan Islam. Dalam rangka mendapatkan data, saya mewawancarai beberapa murid Ustadz Abdurrahman, diantaranya Prof. Maman Abdurahman, Ustadz Hayat Setiawan dan Ustadz Aceng Zakaria.


Maka di waktu yang sudah disepakati saya menemui Ustadz Aceng di rumahnya, sekitar tahun 2019. Beliau menerima saya dengan sumringah di ruang bacanya. _"Bagja ana mah aya anu daek neliti Ustadz Abdurrahman teh, luar biasa ieu jalmi teh, loba pisan jasana ka ana_," kata Ustadz Aceng saat itu membuka percakapan. Selanjutnya saya pun mulai mengajukan berbagai pertanyaan yang dijawab beliau dengan antusias. Hampir tiga jam saya mewawancarai beliau.


Selepas wawancara Ustadz Aceng memanggil istrinya dan minta segera dihidangkan makan siang. _"Biasa didieu mah, tamu teh kudu dahar heula, saaya aya nya_" ujar Ustadz Aceng sambil terkekeh. Saya sebagai murid merasa malu sebetulnya. Merasa tidak pantas dihargai seperti itu. Tapi juga tidak kuasa menolak permintaan seorang guru. Setelah makan kami sempat berbincang sebentar. Saya kemudian pamit. _"Salam kangge Ustadz Syuhada,"_ ujar Ustadz Aceng. Saya pun mengiyakan. Ketika akan beranjak beliau bertanya, _"Geus boga buku ana?,_" saya jawab, _"kantenan Ustadz, mung cetakan nu lami, tilas kapungkur di Bentar."_ Mendengar jawaban itu, Ustadz Aceng langsung menuju rak buku dan mengambil 11 jilid buku. _"Ker oleh-oleh"_, ujarnya. _Maa Syaa Allah_, beruntungnya saya, sudah dapat data, dapat makan, dapat buku pula. Kebaikan seorang guru memang selalu luar biasa.


Setelah itu, saya kembali bertemu Ustadz Aceng di Kantor PP Persis, tahun 2020. Saya ikut serta rombongan Pengurus Dewan Da'wah Pusat  dibawah kepemimpinan Dr. Adian Husaini, yang bersilaturahmi. Dalam pertemuan itu Ustadz Aceng menyampaikan rasa syukurnya karena banyak alumni pesantren Persis yang berkhidmat di Dewan Da'wah.


Pertemuan terakhir saya dengan Ustadz Aceng terjadi tanpa sengaja. Di Rumah Makan Suka Hati Rancaekek, akhir September lalu. Saat itu saya dan beberapa kawan sedang dalam perjalanan ke Garut . Kami sholat dan istirahat di Suka Hati. Tak lama datang Ustadz Aceng dan istri, duduk di meja sebelah. Saya pun menyapa beliau, _"tos ngisi pangaosan Ustadz?_" , _"Ah henteu, ges ngalongok incu_," jawabnya. Saya kemudian menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuannya dalam penulisan disertasi saya. Saya sampaikan bahwa disertasi saya sudah selesai dan sedang proses cetak. Saya berjanji setelah selesai cetak, akan saya antarkan ke rumah beliau. 


Janji yang pada akhirnya tidak dapat saya tunaikan. Karena Senin, 21 November 2022,  kemarin Ustadz Aceng diwafatkan oleh Allah _Ta'ala_. Wafat dalam kebahagiaan dengan ilmu yang bermanfaat yang akan terus mengalirkan pahala untuk beliau....


Semoga Allah _Ta'ala_ senantiasa memberikan rahmatNya yang luas kepada beliau....


(Dwi Budiman, Cipayung 22 November 2022)

MENEGUHKAN KEMERDEKAAN DENGAN DA’WAH

  Oleh: Dr. Dwi Budiman Assiroji (Ketua STID Mohammad Natsir)   Tahun ini kita memperingati kemerdekaan negara kita yang ke 79. Artiny...